Sabtu, 23 Juni 2012


I. PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
     Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Dikatakan sistematis karena bahasa memiliki kaidah atau aturan tertentu. Bahasa bersifat sistematis karena memiliki subsistem yakni subsistem fonologis, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal. Ketiga subsistem ini bertemu dalam dunia bunyi dan dunia makna. Ketiga subsistem bahasa tersebut berkaitan dengan makna yang dikaji oleh semantik sedangkan sistem abhasa yang dihubungkan dengan alam di luar bahasa disebut pragmatik. Artinya, pragmatik berfungsi untuk menentukan serasi tidaknya sistem dengan pemakaian bahasa dalam komunikasi (Sudaryat, 2009:2).
     Pragmatik dan semantik sama-sama menggunakan makna sebagai isi komunikasi. Semantik berpusat pada pikiran sedangkan pragmatik berpusat pada ujaran (Sudaryat, 2009:120). Artinya, makna pada semantik melibatkan pikiran yang mendasarinya untuk menelaah proposisi-proposisi hubungan unsur bahasa dengan objeknya sedangkan makna yang dimunculkan oleh pragmatik berpusat pada ujaran yang diucapkan si penutur yang dihubungkan dengan hubungan unsur bahasa dengan para pemakainya atau tindak linguistik beserta konteks situasinya.
     Pragmatik berpusat pada wacana (teks) sebagai proses penggunaan bahasa secara efektif dan wajar untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu (Nababan dalam Sudaryat, 2009:120). Menurut Mey (dalam Rahardi, 2005:49).pragmatik adalah ilimu bahasa yang mempelajari kondisis penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Jadi, pragmatik adalah studi ilmu bahasa yang menganalisis penggunaan bahasa secara efektif dalam berkomunikasi yang berdasarkan pada konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu sendiri.
     Pengertian wacana telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Tarigan (1987:27) menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan terbesar di atas klausa dan kalimat dan kohesi dan koherensi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang disampaikan secara lisan atau tulisan. Namun, berbeda dengan pendapat di atas, Kartomihardjo dalam Nismarniati (2006:6) mengemukakan bahwa satu kalimat atau satu kata pun dapat disebut wacana.
     Wacana dapat berwujud sebagai bentuk buku, novel, atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Utami, 2000:35). Iklan merupakan salah satu bentuk wacana yang berupa kata-kata yang menarik terdapat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik (audio visual) yang memiliki makna atau pesan. Agar makna atau pesan dapat samapai dengan baik, pembuat iklan harus mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam berkomunikasi dengan sasarannya, seperti 1) prinsip kejelasan, 2) prinsip kepadatan, dan 3) prinsip kelangsungan. Sebagai tambahan, menurut Grice (dalam Rahardi, 2005:52) dalam berkomunikasi perlu mempertimbangkan prinsip kerja sama sehingga apa yang menjadi sasaran dapat dicapai bersama. Prinsip tersebut dapat berupa maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.
     Sebagai ragam bisnis, bahasa iklan merupakan salah satu bentuk pemakaian bahasa yang bertujuan untuk meyakinkan konsumen agar tergerak untuk melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh pengiklan (pesan). Oleh karena itu, bahasa iklan harus dibuat semenarik mungkin sehinggga konsumen tertarik untuk mencoba atau membeli produk yang ditawarkan. Contohnya iklan produk rokok yang berbunyi GUDANG GARAM 16, PRIA PUNYA SELERA. Kalimat tersebut didukung juga oleh gambar seorang pria tegap yang suka dengan olahraga yang penuh tantangan. Dari kalimat “pria punya selera” tersebut dapat memunculkan daya tarik, terutama di kalangan pria, bahwa apabila mereka membeli atau mengonsumsi produk tersebut maka mereka bisa tergolong pria yang memiliki selera yang tinggi dan suka akan tantangan yang berbahaya. Dari iklan di atas, prinsip kepadatan telah dipenuhi oleh si pembuat iklan, namun dari prinsip kejelasan dan kelangsungan hanya didukung oleh gambar yang ada di iklan rokok tersebut.
     Salah satu media massa yang sering menggunakan iklan adalah media cetak yaitu koran atau surat kabar harian. Iklan di media cetak khususnya di koran atau surat kabar harian sering menggunakan sedikit kata-kata dan dibantu dengan gambar yang cukup banyak. Seperti yang dinyatakan oleh Halliday dan Hasan (1992:66) bahwa secara tata bahasa teks tertulis sangat sederhana tetapi secara leksikal sangat padat, berlainan dengan bahasa tutur yang sopan. Dengan demikian, iklan yanga ada di harian cetak akan lebih cenderung memunculkan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama antara penutur (iklan) dan si mitra tutur (pembaca iklan).
     Surat kabar harian yang sering memiliki iklan adalah Harian Sumatera Ekspres. Harian sumatera ekspres dijadikan objek penelitian karena merupakan harian terbesar yang ada di Sumatera Selatan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti, surat kabar ini merupakan surat kabar yang memiliki oplah tertinggi dari surat kabar yang ada di kota Palembang yaitu 73.000 eksemplar/hari dengan perincican 65% untuk kota Palembang dan 35% untuk tingkat kabupaten. Selain itu, pemilihan iklan sebagai kajian penelitian mengingat bahwa iklan merupakan alat pemasaran produk maupun jasa yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap orang pada saat ini sehingga perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa maupun produk membuat berbagai cara untuk masyarakat produknya melewati sebuah iklan. Dari berbagai cara, terkadang sebuah perusahaan tidak memperdulikan lagi tata cara berkomunikasi baik kepada saingan mereka maupun yang bukan saingan.

1.2   Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
pelanggaran prinsip kerja sama yang ada dalam iklan di surat kabar Sumatera Ekspres?
1.3   Tujuan Penelitian
     Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelanggaran prinsip
kerja sama yang ada dalam iklan di surat kabar Sumetera Ekspres.  

1.4   Manfaat Penelitian
     Hasil pengamatan ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan atau mengunakan teori-teori. sebelumnya dalam kajian pragmatik. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai bahan telaah dan analisis tentang aspek pragmatik terhadap sebuah wacana baik secara lisan maupun secara tulisan.




















II. PEMBAHASAN
2.1 Pragmatik
            Pragmatik menelaah hubungan tindak bahasa dengan konteks tempat, waktu, keadaan pemakainya, dan hubungan makna dengan aneka situasi ujaran. Dapat pula dikatakan bahwa pragmatik merupakan telaah mengenai kondisi-kondisi umum penggunaan komunikasi bahasa (Sudaryat, 2009:121).
            Tarigan (1990:32) menyatakan telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat disebut dengan pragmatik. Pendapat tersebut sejalan dengan Levinson (dalam Tarigan, 1990:33) yang mengatakan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam dalam teori semantik, atau dengan kata lain; memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan.
            Menurut Rahari (2005:49) pragmatik adalah studi bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah petuturan.
Dengan demikian, pragmatik merupakan kajian dari bahasa karena ia merupakan bagian dari performansi linguistik yang mengkaji makna tersebut dilihat dari pertimbangan konteks yang ada pada saat itu disamping memperhatikan semantik dan sintaksis dari sebuah bahasa.
            Menurut Grice dikutip cahyono (1996:221) prinsip kerja sama dalam berkomunikasi merupakan teori dari implikatur. Maksim-maksim dalam prinsip kerja sama itu adalah maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.



2.2 Prinsip Kerja Sama
            Agar pesan (message) dapat samapi dengan baik pada peserta tutur, komunikasi yang terjadi  itu perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya prinsip kerja sama Grice. Prinsip kerja sama Grice itu seluruhnya meliputi empat maksim yaitu 1) maksim kuantitas (maxim of quantity), 2) maksim kualitas (maxim of quality), 3) maksim relevansi (maxim of relevance), dan 4) maksim pelaksanaan (maxim of Manner).
a. Maksim Kuantitas (The Maxim of Quantity)
            Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi sedemikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur dapat dikatan melanggar maksim kuantitas melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice. Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu mengandung informasi yang berlebihan akan dapat melanggar maksim kuantitas.
Contoh:
1.       “Lihat itu Cris Jhon mau bertanding lagi.”
2.       “Lihat itu Cris Jhon yang mantan petinju kelas berat itu mau bertanding lagi.”

Informasi indeksial:
            Tuturan 1 dan 2 dituturkan oleh seorang pengagum Cris Jhon kepada rekannya yang juga mengagumi petinju legendaris itu. Tuturan itu dimunculkan pada waktu mereka bersama-sama melihat salah satu acara tinju di televisi.
Tuturan 1 merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif isinya karena tuturan itu sudah dapat dipahami maksudnya dengan baik dan jelas si mitra tutur. Penambahan informasi pada tuturan 2 justru menyebabkan tuturan menjadi lebih panjang dan berlebihan. Sesuai dengan garis kamsim, tuturan 2 di atas tidak mendukung atau bahkan melanggar prinsip kerja sama Grice (Rahardi, 2005:53-54).
b. Maksim Kualitas (The Maxim of Quality)
            Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas. Tuturan 1 dan tuturan 2 pada bagian berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelaskan pernyataan ini.
1.       “Silahkan mencontek saja biar nanti saya mudah menilainya!”
2.       “Jangan mencontek, nilainya bisa E nanti!”

informasi Indeksial:
            Tuturan 1 dan tuturan 2 dituturkan oleh dosen kepada mahasiswanya di dalam ruang ujian  pada saat ia melihat ada seorang mahasiswa yang sedang berusaha melakukan penyontekannya.
Tuturan 2 jelas lebih memungkinkan terjadinya kerja sama antara penutur dengan mitra tutur. Tuturan 1 dikatakan melanggar maksim kualitas karena penutur mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan seseorang. Akan menjadi suatu kejanggalan apabila di dalam dunia pendidikan terdapat seorang dosen yang mempersilahkan para mahasiswanya melakukan penyontekan pada saat ujian berlangsung (Rahardi, 2005:55).

c. Maksim Relevansi (The Maxin oh Relevance)
            Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama.
Contoh:
Sang Hyang tunggal      : “Namun sebelum kau pergi, letakkanlah kata-kataku
                                       ini dalam hati!”
Semar                           : “Hamba bersedia, ya dewa.”

Informasi indeksial:
            Tuturan ini dituturkan oleh Sang Hyang Tunggal kepada tokoh Semar dalam sebuah adegan perwayangan.
Contoh di atas dapat dikatakan mematuhi dan menepati maksim relevansi. Dikatakan demikian karena apabila dicermati secara mendalam, tuturan yang disampaikan oleh Semar adalah : Hamba bersedia ya Dewa,” benar-benar merupakan tanggapan atas perintah Sang hayang Tunggal yang dituturkan sebelumnnya yakni “Namun, sebelum kau pergi, letakkanlah kata-kataku ini dalam hati.” Dengan perkataan lain, tuturan itu patuh dengan maksim relevansi dalam prinsip kerja sama Grice.
            Perhatikan tuturan berikut ini antara seorang kepala sekolah dengan guru pada contoh berikut ini.
            Kepala Sekolah : “Bawa sini semua berkasnya akan saya tanda
                                      Tangani dulu!”
            Guru                 : “Maaf Bu, Kasihan sekali nenek itu.”

Informasi indeksial:
            Dituturkan oleh seorang kepala sekolah kepada guru pada saat mereka bersama-sama bekerja di sebuah ruang kerja kepala sekolah. Pada saat itu itu ada seorang nenek tua yang sudah menunggu lama.
Dalam cuplikan tersebut tampak dengan jelas bahwa tuturan sang guru, yakni “Maaf Bu, kasihan sekali nenek tua itu” tidak memiliki relevansi dengan apa yang diperintahkan sang direktur, yakni “ bawa sini semua berkasnya akan saya tanda tangani!” Dengan demikian tuturan tersebut sebagai salah satu bukti bahwa maksim relevansi dalam prinsip kerja sama tidak selalu harus dipenuhi dan dipatuhi dalam penuturan sesungguhnya, (Rahardi, 2005:57).

d. Maksim Pelaksanaan (The Maxim of Manner)
            Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan.
Contoh:
            A  : “Ayo cepat dibuka!”
            B  : “Sebentar dulu, masih dingin.”

            Tuturan di atas memiliki kadar kejelasan yang rendah. Karena berkadar kejelasan yang rendah dengan sendirinya kadar kekaburannya menjadi sangat tinggi. Tuturan A “Ayo. Cepat dibuka!” sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh si mitra tutur. Kata dibuka dalam tuturan tersebut mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan sangat tinggi. Oleh karenanya, maknanya pun menjadi sangat kabur. Demikian pula tuturan yang disampaikan oleh penutur B yakni :Sebentar dulu,  masih dingin” mengandung kadar ketaksaan cukup tinggi. Kata dingin pada tuturan itu dapat mendatangkan banyak kemungkinan persepsi penafsiran karena di dalam tuturan itu tidak jelas apa sebenarnya yang masih dingin itu. Tuturan seperti itu dapat dikatakan pelanggaran prinsip kerja sama karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan dalam prinsip kerja sama Grice (Rahardi, 2005:57).

2.3 Iklan
            Wright (dalam Liliweri, 1992:20) mengatakan bahwa iklan adalah suatu proses komunikasi yang memiliki kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan serta gagasan atau ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2005:34) iklan adalah berita pesanan untuk mendorong, membuat khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan, dipasang di media massa (seperti surat kabar atau majalah) atau di tempat umum. Jadi, iklan adalah suatu bentuk komunikasi yang berupa penawaran barang atau jasa yang ditawarkan kepada khalayak dan dipasang di media massa (seperti surat kabar atau majalah) atau di tempat umum dalam bentuk informasi yang persuasif.

2.4 Jenis Iklan 
            Menurut Brovee (dikutip Liliweri, 1992:36) pembagian iklan berdasarkan khalayak sasaran psikografis adalah:
  1. Iklan untuk Konsumen
            Adalah iklan yang secara khusus disebarluaskan melalui media     massa tertentu untuk para pemakai suatu produk baik barang          maupun jasa.
  1. Iklan untuk Bisnis
            Adalah ikan yang diarahkan khusus kepada mereka yang    mempunyai bisnis, usaha dagang yang berkaitan dengan produk     tersebut. Iklan ini kadang-kadang juga menggunakan media massa.             Namun, para pengusaha lebih suka mengeluarkan media melalui humas.
            Contoh:
                         Informasi tentang produk disalurkan melalui prospek                                                      Perusahaan,  bulletin, pamplet, dan pameran hasil.

2.5 Bentuk Bahasa Iklan
            bentuk bahasa iklan menurut Arifin (dalam Susianti, 2002:12) terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
  1. Iklan Bentuk Frasa
            Iklan berbentuk frasa biasanya dilengkapi dengan gambar barang yang diiklankan dan dapat ditemukan pada papan reklame di           pinggir jalan.
            Contoh:
                        iklan penawaran alat telekomunikasi seperti handphone.



  1. Iklan Berbentuk Kalimat
            Iklan yang disajikan dalam bentuk kalimat terbagi beberapa kelompok yaitu iklan dalam bentuk kalimat tunggal, iklan dalam          bentuk kalimat majemuk setara, iklan dalam bentuk kalimat   majemuk bertingkat, dan iklan dalam bentuk kalimat majemuk   campuran.

3. Metodologi Penelitian
3.1 Metode Penelitian
            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskrifptif. Menurut Hariwijaya (2008:22) metode deskriptif adalah metode yang digunakan dalam penelitian yang bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-banyaknya dari suatu fenomena. Penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis variabel. Jadi, penelitian ini akan mengkaji aspek pragmatik dari iklan yang ada di harain sumatera ekspres untuk mengetahui dan menemukan informasi-informasi berupa pelanggaran prinsip kerja sama yang ada dalam iklan tersebut.

3.2 Sumber Data
            sumber data adalah penelitian adalah subjek dari mana dapat diperoleh (Arikunto, 2002:107). Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari iklan, misalnya iklan handphone, iklan elektronik, iklan otomotif, dan iklan makanan, yang ada dalam harian Sumatera Ekspres Edisi November 2011 yang terbit setiap hari.

3.3 Teknik Pengumpulan Data
            Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi dan teknik catat. Teknik dokumentasi adalah teknik untuk mencarai data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002:206). Dengan demikian, teknik dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan iklan yang ada di harian Sumatera Ekspres edisi November 2011. Selain teknik dokumentasi, penelitian ini menggunakan teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan pencatatan data pada kartu data yang selanjutnya dengan klasifikasi data (Sudaryanto, 1993:135-136). Dalam penelitian ini teknik catat dilakukan dengan mencatat iklan-iklan yang ada di harian Sumatera Ekspres yang memiliki unsur pelanggaran prinsip kerja sama Grice dalam iklan tersebut.

3.4 Teknik Analisis Data
            Teknik yang digunakan dalam  analisis data adalah teknik dasar yang terdapat dapat metode padang. Teknik dasar ini menggunakan teknik. Pilah Unsur Penentu (PUP) dengan daya pilah pragmatik, yakni teknik membagi satuan lingual berdasarkan konteks pragmatik (Sudaryanto, 1993-22). Teknik ini digunakan untuk membagi satuan lingual berupa wacana iklan berdasarkan segi pragmatik berdasarkan prinsip kerja Grice. Adapaun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut::
1.      Mengumpulkan semua iklan yang terdapat di harian Sumatera Ekspres edisi Agustus 2011.
2.      Memilih data yang berupa iklan berdasarkan khalayak sasaran yaitu iklan untuk konsumen, misalnya iklan handphone, iklan makanan, dan iklan jasa.
3.      Semua iklan dikumpulkan, kemudian tuturan tertulis dalam iklan dianalisis dari aspek pragmatik berupa prinsip kerja sama Grice. Adapun prinsip kerja sama Grice itu terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.
a.      Sebuah data dimasukkan dalam kelompok maksim kuantitas apabila tuturan dalam iklan tersebut telah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi atau terlalu berlebih, iklan tersebut melanggar maksim kuantitas.
b.      Sebuah data dimasukkan dalam kelompok maksim kualitas apabila tuturan dalam iklan tersebut telah memberikan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta sebenarnya di dalam bertutur. Apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi, iklan tersebut melanggar maksim kualitas.
c.      Sebuah data dimasukkan dalam kelompok relevansi tuturan dalam iklan tersebut terdapat kontribusi antara penutur dan penutur. Apabila tidak memunculkan kontribusi, iklan tersebut tidak memenuhi atau melanggar maksim relevansi.
d.      Sebuah data dimasukkan dalam kelompok maksim pelaksanaan apabila tuturan dalam iklan tersebut terdapat pengertian langsung, jelas, dan tidak kabur. Apabila tidak meminculkan pengertian langsung, jelas, dan tidak kabur, iklan tersebut tidak memenuhi atau melanggar maksim pelaksanaan.
4.      Iklan dikelompokkan berdasaran maksim-maksim yang telah disebutkan di atas.
5.      Membuat kesimpulan.

4. Hasil Pembahasan 
            Agar  pesan (message)  dapat sampai dengan baik pada peserta tutur dalam sebuah iklan, komunikasi yang terjadi itu perlu mempertimbangkan pinsip-prinsip. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya prinsip kerja sama Grice. Prinsip kerja sama Grice ini seluruhnya meliputi empat maksim yaitu 1) maksim kuantitas (maxim of quantity), 2) maksim kualitas (maxim of quality), 3) maksim relevansi (maxim of relevance), dan 4) maksim pelaksanaan (maxim of manner).

a. Maksim Kuantitas (maxim of quantity)
            Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relative memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi sedemikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice (Rahardi, 2005:53).
Contoh 1
            SOLUSI CERDAS PUNYA RUMAH
            DENGAN MUDAH
            DP BISA DICICIL
            ANGSURAN HANYA RP.40 RIBUAN/HARI
            SAKO VILLAGE harga mulai 148 juta, BANDARA PERMAI harga mulai    144       juta, KENTEN VILLAGE harga mulai 146 juta, Palim Residance harga mulai    288 juta.
            DEVELOPER: PT SAHABAT MULIA
              
               Dari iklan propety (perumahan) di atas, informasi yang diperoleh adalah bahwa apabila ingin membeli rumah dilokasi yang telah ditentukan. Informasi oleh si penutur merupakan informasi yang ridak melebihi informasi yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Berbeda dengan iklan berikut ini.
Contoh 2
            SAKO 2 GARDEN
            HUNIAN MODERN ASRI DAN ALAMI
            Desain rumah modern
            Berada di kawasan yang sudah ramai
            Lokasi strategis, mudah dijangkau
            Developer: PT GRIYA SENTAUSA JAYA
            Dari wacana iklan property di atas, si penutur tidak memberikan informasi penting atau pokok dari perumahan yang ditawarkan misalnya harga dan cara pembayarannya kepada di mitra tutur (pembaca). Si penutur hanya memberikan informasi yang tidak terlalu penting bagi si mitra tutur misalnya desain rumah, penataan areal, dan sebagainya. Dengan demikian, pada contoh 1 telah memenuhi maksim kuantitas (maxim of  quantity) karena informasinya cukup, relatif memadai, dan informatif. Namun, contoh iklan 2 merupakan contoh iklan yang melanggar maksim kuantitas karena informasinya yang diberikan si mitra tutur tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan oleh mitra tutur (konsumen property).

b. Maksim Kualitas (Maxim of Quality)
            Maksim kualitas merupakan maksim yang dimunculkan oleh peserta tutur dengan harapan bahwa si petutur menyampaikan sesuatu yang nyata sesuai dengan fakta yang sebenarnya di dalam bertutur (Rahardi, 2005:55).
Contoh 3
            PT DAYA CIPTA SARANA
            Main Dealer Mobil Suzuki Wilayah Sum-Sel dan Bengkulu
            Motot Paling Irit se-Indonesia
            1  liter = 75 km
            Sumber: Lomba Irit Wartawan tanggal 11 Mei 2011 di Jogjakarta             
            Motor Smash tetand
            5000 km NONSTOP
            Uji Ketahuan 15-17 Mei 2010
            Sirkuit Sentul
            Telah tercata dalam rekor MURI 2011
           
            Berdasarkan wacana iklan di atas, penutur memberikan banyak fakta untuk mendukung atau menyatakan tentang iritnya motor suzuki Smash tetand. Fakta-fakta itu didukung oleh berbagai sumber yaitu sepeda motor ini pernah mengikuti lomba irit wartawan tanggal 11 Mei

2011 di Yogyakarta, pernah mengikuti kegiatan Motor Paling Kuat se-Indonesia Smash Tetand suzuki Jelajah negeri 2011, Suzuki Smash Tetand 5000 km nonstop Uji ketahanan 15-17 Mei 2010 di Sirkuit sentul, dan telah tercatat di dalam rekor MURI 2010. berbeda dengan contoh iklan berikut ini.
Contoh 4
            MITSHUBISHI MOTORS
            MITSUBISHI COLTT120SS
            SI TANGGUH UNTUK BISNIS JURAGAN
            Bandel, Irit, dan Kuat Ngangkut Banyak
            Dengan ban Radial dan dilengkapi CD/Mp3 Player
            Bandel dan irit, Tangguh dan nggak rewel, dan banyak muatannya

            Berdasarkan wacana iklan di atas, terdapat ujaran “bandel, irit, dan kuat ngangkut banyak”, Namun, ujaran tersebut tidak dibuktikan dengan fakta-fakta misalnya mengapa mobil ini bisa irit, mengapa mobil ini muatannya banyak, dan mengapa dikatakan bandel. Berdasarkan dua contoh iklan tersebut, maksim kualitas terpenuhi dalam wacana iklan pada contoh 3 karena setiap ujaran dibuktikan dengan fakta-fakta, sedangkan contoh 4 merupakan pelanggaran pada maksim kualitas karena informasi yang disampaikan oleh penutur tidak disertakan dengan fakta.

c. Maksim Relevansi (Maxim of Relevance)
            di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama (Rahardi, 2005:56).


Contoh 5
            CSL Blueberry 
            “Pilih yang saya pilih” Agnes Monica
            Harga Rp. 499 ribu
           
            Berdasarkan wacana iklan di atas, relevansi tidak muncul dari tuturan tersebut. Ketika ada tuturan “CSL Blueberry” tuturan berikutnya adalah “pilih yang saya pilih, Agnes Monica”. Dengan kata lain “pilihlah yang saya pilih”, Agnes Monica tidak memiliki relevansi dengan ujaran sebelumnya yaitu “CSL Blueberry. Dengan demikian tuturan tersebut sebagai salah satu bukti bahwa maksim relevansi dalam prinsip kerja sama tidak selalu harus dipenuhi dan dipatuhi dalam pertuturan dalam iklan.
Contoh 6
            Anak-anak dan bahasa Inggris
            Adalah investasi yang tak ternilai
            ... hanya jika Anda memilih
            Kursus bahasa Inggris yang tepat bagi mereka
            Junior
            English for Elementary School Students, aged 6 ti 13
            www.junior.co.id

            Namun, pada iklan di atas maksim relevansi muncul. Dalam konteks iklan tersebut, penutur memeberitahukan kepada si mitra tutur bahwa anak-anak dan bahasa Inggris adalah sebuah investasi dan sebagai jawabannya anak-anak dapat dicarikan tempat bahasa Inggris yang tepat sehingga nilai anak sebagai investasi berhasil. Dengan kata lain tuturan yang ada di dalam iklan di atas patuh dengan maksim relevansi dalam prinsip kerja sama Grice.

d. Maksim Pelaksanaan (Maxim of Manner)
            maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta petuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan (Rahardi, 2005:57).
Contoh 7
            Internetan sepuasnya!!!
            Mulai dari Rp.195 ribu/bulan
            Siapapun anda, tersedia paket internet sesuai kebutuhan Anda.

            Dari wawancara iklan di atas, tuturan yang ada memiliki kadar kejelasan yang sangat rendah. Dalam tuturan yang berbunyi “mulai dari Rp.195 ribu/bulan” mengandung kekaburan yang cukup dingin. Tuturan tersebut mendatangkan banyak kemungkinan persepsi penafsiran karena di dalam tuturan itu tidak jelas apa maksud dari mulai dari 195 ribu per bulan, apakah biaya beban dalam berinternet, apakah biaya pemasangannya, dan sebagainya.
















III. PENUTUP
3.1 Simpulan
            Apabila dikaitkan dengan prinsip kerja sama Grice, maka iklan yang ada di harian Simatera Ekspres mengandung unsur maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Semua maksim itu hadir, namun, yang paling dominan dalam setipa iklan tersebut adalah maksim kuantitas dan maksim kualitas. Namun, tidak menutup kemungkinan ada juga beberapa iklan yang melanggar maksim kerja sama Grice yaitu pada maksim kualitas contohnya pada iklan property.

3.2 Saran
            Pengkajian dalam pengamatan ini hanya kajian aspek pragmatik yang sangat kecil yaitu hanya pada pelanggaran prinsip kerja sama Grice. Perlu pengkajian lebih dalam lagi mengenai unsur tersebut dengan mengaitkan dengan koherensi wacana iklan itu sendiri. Proses penafsiran maknanya harus melalui proses inferensi, interpretasi lokal, analogi, dan konteks. Selain itu, bisa juga dikaitkan dengan prinsip kesantunan Robin Lakoff.
     




                                   

  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar