My Blog Ema Jy Luhun
Senin, 05 Agustus 2013
Minggu, 24 Juni 2012
KAJIAN SASTRA PEMAHAMAN UNSUR-UNSUR PUISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari
kita sering mendegar istilah sastra atau karya sastra: prosa atau puisi. Dengan
membaca karya sastra, kita akan memperoleh “sesuatu” yang dapat memperkaya
wawsan dan/atau meningkatkan harkat hidup. Dengan kata lain, dalam karya sastra
ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.
Banyak orang terharu,
terenyuh, atau terpukau ketika menikmati seuntai sajak atau puisi. Segi apakah
yang menyebabkan puisi menarik perhatian orang? Berdasarkan penafsiran
subjektif, jawaban pertanyaan itu dapat beraneka ragam. Persoalan yang
dikemukakkan atau bentuk penyajian dapat menjadi pemyebab keindahan puisi.
Namun, pada dasarnya isi dan bentuk atau tema dan struktur secara bersama-sama
menjalin keindahan puisi. Kedua aspek itu merupakan kesatuan yang utuh yang
saling mendukung, keserasian antara bunyi yang merdu, imajinasi yang dibangun,
pemikiran yang dituangkan, watak yang dimunculkan, dan majas khas yang
digunakan merupakan ramuan keapikan puisi.
Meskipun puisi dibentuk oleh
banyak unsur, dalam kenyataannya sering hanya satu atau beberapa unsur yang
menonjol. Keindahan unsur yang mencuat itulah yang acapkali dijadikan dasar
jawaban atau pertanyaan mengenai hal itu. Pesona puisi ini dapat terjadi
karena, iramanya yang dominan.
Karya satra yang baik
senantiasa mengandung nilai (Volue). Nilai itu dikemas dalam wujud struktur
karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur, latar, tokoh, tema, dan
amanat atau di dalam larik, rima, dan irama.Nilai yang terkandung dalam karya
sastra itu adalah, nilai hedonic, nilai artistik, nilai kultural, nilai etis,
moral, atau agama, nilai praktis.
1.2
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian puisi?
2. Apa sajakah unsur-unsur puisi?
3. Bagaimakah unsur fisik puisi?
4. Bagaimanakah pemahaman unsur sosiopsikologis dalam puisi?
5. Bagaimanakah struktur batin puisi?
1.3
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. dapat memahami pengertian puisi,
2. dapat mengetahui unsur-unsur
puisi,
3. mengetahui struktur batin puisi, dan
4. mengetahui unsur-unsur sosiopsikologis dalam puisi,
5. bisa menerapkan contoh batin puisi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puisi
Secara etimologis,
kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis
yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini
adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet,
Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti
membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka
kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang
sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran
yang tersembunyi.
Shahnon
Ahmad (dikutip Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya
dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu
adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara
sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur
lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran
yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi
yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga
yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan
mempergunakan orkestra bunyi.
3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan
pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu
merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional
serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara
artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan
sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik
(pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman
detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa
yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,
kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang
yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk
direkam.
Dari
definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun
tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan
bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu
sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada,
irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan
yang bercampur-baur.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik
dan struktur batinnya. Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya
sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya,
digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
2.2 Unsur-Unsur
dalam Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi
terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata,
larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi
keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut. Kata
adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat
sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang
dipilih diformulasi menjadi sebuah larik. Larik atau baris mempunyai pengertian
berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa
frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam
sebuah larik biasanya empat bait, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah
biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait
biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi. Bunyi dibentuk oleh
rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh
huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah
pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi.
Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan
bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait),
tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat
konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa
rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk
oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi
pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa
dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait.
Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi
penulis puisi disampaikan. Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa
dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur fisik puisi, atau terkadang
disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair
untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1.
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti
halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya,
hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap
puisi.
2.
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit
kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih
secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3.
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
4.
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan
indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan
kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan
tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5.
Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito,
1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa
figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora,
simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora,
pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto,
totem pro parte, hingga paradoks.
6.
Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum.
Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris
puisi. Rima mencakup,
1)
onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang
memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.)
2)
bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan
akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi
bunyi [kata], dan sebagainya (Waluyo, 187:92)
3)
pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah,
panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan
puisi.
3.
Pemahaman Unsur Sosiopsikologis dalam Puisi
Salah satu unsur yang terkandung
dalam puisi adalah unsur kehidupan sosial budaya serta ragam sikap penyair
terhadapnya. Dalam hal ini, pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami
unsur-unsur itu adalah pendekatan sosiopsikologis. Bila dalam kajian ini objek
kajian lewat pendekatan sosipsikologis tersebut adalah puisi, hal itu bukan
berarti bahwa prosa fiksi tidak dapat dijadikan obyek pembahasan.
2.3.1 Hubungan Antara Kehidupan Sosial Masyarakat
Dengan
Gagasan dalam Suatu Puisi
Sebelum
menelaah sajian materi ini, bacalah puisi berjudul ‘”dari Seorang Guru Kepada
Murid-Muridnya” Karya hartojo andangdjaja di bawah ini.
Apakah
yang kupunya anak-anakku
Selain
buku-buku dan sedikit ilmu
Sumber
pngabdianku kepadamu
Kalau
di hari minggu engakau dating ke rumahku
Aku takut,
anak-anakku
Kursi-kursi
tua yang di sana
Dan
meja tulis sederhana
Dan
jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
Semua
padamu akan bercerita
Tentang
hidupku dirumahtangga
Ah,
tentang ini tak pernah aku bercerita
Depan
kelas, sedang menatap wajah-wajahmu remaja
-
horizon
yang selalu biru bagiku –
karena kutahu
anak-anakku
engakau terlalu
muda
engkau terlalu
bersih dari dosa
untuk mengenal
ini semua.
Setelah membaca puisi di
atas, dalam diri Anda tentu terbayang bagaimana kehidupan sosial suatu kelompok
atau salah satu anggota masyarakat guru. Mereka yang sudah lama berkecimpung
dalam dunia pendidikan tentunya akan memaklumi bahwa kehidupan social
masyarakat guru seperti yang digambarkan dalam puisi di atas memang benar-benar
ada. Mungkin di masa lalu, atau bahkan masih ada di masa sekarang. Dari contoh puiisi di atas, dapat
diketahui bahwa hubungan antara kehidupan sosial masyarakat dengan gagasan
dalam suatu puisi itu terlihat adanya hubungan. Seperti halnya hubungan antara
gagasan dalam puisi dengan peristiwa kesejahteraan dengan kehidupan sosial
masyarakat, puisi juga memiliki hubungan timbal balik. Adapaun maksud hubungan
timbal balik itu adalah penyair dapat mengangkat kehidupan sosial masyarakat
sebagai bahan penciptaan, dan puisi yang diciptakan mampu menggambarkan kembali
kehidupan sosial masyarakat itu kepada masyarakat pembaca, serta memberikan
sikap atau penilaian terhadapnya, hal ini
sesuai dengan pengertian pendekatan sosiopsikologi dalam mengapresiasi puisi.
Adapun pendekatan sosiopsikologi adalah suatu pendekatan yang (1) berusaha
memahami latar belakang kehidupan socsal masyarakat, baik secara individual
maupun kelompok yang mempengaruhi terwujudnya suatu gagasan dalam puisi, (2)
terwujudnya gagasan tentang kehidupan sosial masyarakat, baik secara individual
maupun kelompok dalam suatu puiisi, dan (3) memahami sikap pengarang terhadap
kehidupan sosial masyarakat yang dipaparkannya.
2.3.2
Unsur Kehidupan Sosial Masyarakat dalam Puisi
Kehidupan sosial
masyarakat, baik itu secara individual maupun kelompok, dapat menjadi bahan
penciptaan suatu puisi. Corak kehidupan sosial masyarakat yang diangkat menjadi
bahan penciptaan itu dapat beranekaragam. Mungkin dapat berupa kebiasaan, pandangan hidup, maupun perilaku
suatu masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan masalah politik, tetapi
berhubungan dengan masalah kehidupan sosial.
Secara
umum, dapat dikemukakan bahwa dalam usaha menemukan unsur kehidupan sosial
masyarakat serta sikap penyair
1) membaca puisi yang diapresiasi secara berulang-ulang
untuk menemukan gambaran totalitas maknanya.
2) menafsirkan dan menyimpulkan judul puisi, kata-kata,
baris atau kalimat didalamnya.
3) menafsirkan hubungan antara baris yang satu dengan baris
yang lain untuk memahami satuan makna yang terdapat dalam sekelompok baris atau
bait dalam puisi.
4)
mengidentifikasi unsur social kehidupan yang dikemukakan
penyair.
5)
mengidentifikasi sikap penyair.
Apabila
kita mengidentifikasi unsur-unsur sosial kehidupan suatu masyarat lewat puisi,
maka kita akan menemukan suatu masyarakat yang memiliki cirri-ciri:
1) pikiran mereka beku, mereka menolak pembaharuan dan
setia memeluk tradisi tanpa koreksi atau evaluasi.
2) kehidupan mereka bagai kehidupan orang kampong(an),
senang membuat peraturan yang sebenarnya sepele dan tidak perlu dilakukan.
3) masyarakat itu adalah sekelompok manusia yang sok tahu,
mereka berbincang masalah kesusilaan, politik dan agama hanya karena mau
di-wah.
4)
mereka suka main
hakim sendiri.
5)
sesuatu yang tidk berarti, yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya, yang enteng yang iseng justru mereka hargai.
6)
mereka asing dengan kegiatan kontemplasi untuk menemukan
dan mengembangkan dirinya sendiri serta untuk menemukan kebenaran yang hakiki.
7) mereka menyikapi orang lain di luar kelompoknya dengan
rasa curiga, dan bukan dengan rasa percaya dan cinta kasih.
Sehubungan dengan
situasi demikian, sikap penyair sangat tegas. Ia tidak menyetujui pandangan dan
prilaku masyarakat demikan, ia tidak menyatu di dalamnya karena ia ingin
merdeka dan ingin menemukan dirinya sendiri. Apresiasi tentang unsure kehidupan
sosial masyarakat dalam suatu puisi juga dapat berorientasi pada kehidupan
seseorang sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Hal ini tampak bila kita
mengapresiasi suatu puisi lewat pendekatan sosiopsikologis yang sasarannya pada
puisi-puisi yang mengandung pokok pikiran tentang kehidupan seseorang sejalan
dengan pandangan hidupnya, profesinya, jenis kelamin, perilaku kehidupannya dan
lain-lain.
2.3.3
Sikap Penyair Terhadap Corak Kehidupan Sosial Masyarakatnya
Sikap seorang penyair terhadap corak kehidupan sosial
masyarakat tempat ia berada, sikap tersebut mungkin berupa sikap keikhlasan,
masa bodoh, tidak setuju serta berbagai macam sikap lainnya sesuai dengan
kompleksitas pikiran penyair itu sendiri.
Cara menentukan sikap penyair itu pada dasarnya tidak
berbeda dengan cara memahami dan menemukan gagasan penyair sehubungan dengan
corak kehidupan sosial masyarakat.
2.4
Struktur Batin
Struktur batin puisi,
atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah
bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna,
maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair
terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan
rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair,
misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial,
kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan
pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah
tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa,
dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,
pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang
sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap
pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca
untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca,
dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar
maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan
tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat
ditemui dalam puisinya.
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak
ada yang mencari cinta
Di antara
gudang-gudang, rumah tua , pada cerita
Tiang serta
temali. Kapal, perahu tiada yang berlaut,
Menghembus
diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis
mempercepat kelam, ada juga kelepak elang
Menyinggung
muram,desir hari lari berenang
Menemu bujuk
pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini,
tanah, air tidur, hilang ombak.
Tiada lagi, aku
sendiri, Berjalan
Menyisir
semenanjung, masih penggap harap
Sekali tiba di
ujung dan sekali selamat jalan
Dari pantai
keempat, sedu penghabisan bisa berdekap
(Chairil Anwar,1946)
Ditinjau dari struktur batin puisi,
1. Tema
Bertema tentang kedukaan karena kegagalan cinta atau
cinta yang gagal sehingga menimbulkan kedukaan.
Jika kita uraikan bait demi bait, maka struktur
tematik/struktur sintaksis sebagai berikut:
Bait 1
Penyair merasakan kehampaan hati
karena cintanya yang hilang. Kenangan cinta sangat memukul hatinya sehingga
hatinya mati setelah orang yang di cintainya pergi seperti kapal yang tidak
berlaut hidupnya tiada berarti.
Bait 2
Duka hati penyair menambah
kelemahan jiwa karna sepi, kelam, sehingga kelepak elang dapat didengar.
Harapan bertemu dengan kekasihnya timbul tenggelam tetapi harus dilupakan
karena cintanya tinggal bertepuk sebelah tangan dan menimbulkan kelukaan yang
dalam.
Bait 3
Setelah mendengar ia telah mempunyai seorang suami hingga
harapannya di pertegas dengan “sekali tiba di ujung dan sekalian selamat
jalan”. Ratap tangis menggema sampai pantai keempat.
2. Nada
Penyair menceritakan kegagalan
cintanya dengan nada ratapan yang sangat
mendalam, karena lukanya benar-benar sangat dalam.
3. Perasaan
Perasaan penyair pada waktu menciptakan puisi merasakan kesedihan,
kedukaan, kesepian, dan
kesendirian itu disebabkan oleh kegagalan cintanya. Bahkan sedu tangisnya
menggumandang sampai ke pantai keempat karena kegagalan cintanya. Harapan untuk
mendapatkan perempuan pujaannya diumpamakan sebagai ”pelabuhan cinta”.
4. Amanat
Penyair inggin mengungkapkan kegagalan
cintanya yang menyebabkan seseorang seolah-olah kehilangan segala-galanya.
Cinta yang sungguh-sungguh akan menyebabkab seseorang menghayati apa arti
kegagalan secara total.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Banyak
orang terharu, terenyuh, atau terpukau ketika menikmati seuntai sajak atau
puisi. Segi apakah yang menyebabkan puisi menarik perhatian orang? Berdasarkan
penafsiran subjektif, jawaban pertanyaan itu dapat beraneka ragam. Persoalan
yang dikemukakkan atau bentuk penyajian dapat menjadi pemyebab keindahan puisi.
Namun, pada dasarnya isi dan bentuk atau tema dan struktur secara bersama-sama
menjalin keindahan puisi. Kedua aspek itu merupakan kesatuan yang utuh yang
saling mendukung, keserasian antara bunyi yang merdu, imajinasi yang dibangun,
pemikiran yang dituangkan, watak yang dimunculkan, dan majas khas yang
digunakan merupakan ramuan keapikan puisi.
3.2 Saran
Pembahasan
dalam makalah ini hanya pembahasan Pemahaman unsur-unsur puisi ,unsur fisik dan
unsur batin puisi, Sosiopsikologi dalam Puisi, perlu pembahasan yang lebih
mendalam, karena memahami unsur unsur dalam puisi diperlukan kepekaan dan
kecermatan untuk membedakan dan memahami makna
yang terkandung, dan disertai dengan contoh yang lebih lengkap, agar
lebih mudah memahaminya.
Sabtu, 23 Juni 2012
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat
sistematis dan sistemis. Dikatakan sistematis karena bahasa memiliki kaidah
atau aturan tertentu. Bahasa bersifat sistematis karena memiliki subsistem
yakni subsistem fonologis, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal. Ketiga
subsistem ini bertemu dalam dunia bunyi dan dunia makna. Ketiga subsistem
bahasa tersebut berkaitan dengan makna yang dikaji oleh semantik sedangkan
sistem abhasa yang dihubungkan dengan alam di luar bahasa disebut pragmatik.
Artinya, pragmatik berfungsi untuk menentukan serasi tidaknya sistem dengan
pemakaian bahasa dalam komunikasi (Sudaryat, 2009:2).
Pragmatik dan semantik sama-sama
menggunakan makna sebagai isi komunikasi. Semantik berpusat pada pikiran sedangkan
pragmatik berpusat pada ujaran (Sudaryat, 2009:120). Artinya, makna pada
semantik melibatkan pikiran yang mendasarinya untuk menelaah
proposisi-proposisi hubungan unsur bahasa dengan objeknya sedangkan makna yang
dimunculkan oleh pragmatik berpusat pada ujaran yang diucapkan si penutur yang
dihubungkan dengan hubungan unsur bahasa dengan para pemakainya atau tindak
linguistik beserta konteks situasinya.
Pragmatik berpusat pada wacana (teks)
sebagai proses penggunaan bahasa secara efektif dan wajar untuk berkomunikasi
dalam situasi tertentu (Nababan dalam Sudaryat, 2009:120). Menurut Mey (dalam
Rahardi, 2005:49).pragmatik adalah ilimu bahasa yang mempelajari kondisis
penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks
yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Jadi, pragmatik adalah studi
ilmu bahasa yang menganalisis penggunaan bahasa secara efektif dalam
berkomunikasi yang berdasarkan pada konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi
bahasa itu sendiri.
Pengertian wacana telah banyak dikemukakan
oleh para ahli. Tarigan (1987:27) menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa
terlengkap dan terbesar di atas klausa dan kalimat dan kohesi dan koherensi
yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang disampaikan
secara lisan atau tulisan. Namun, berbeda dengan pendapat di atas,
Kartomihardjo dalam Nismarniati (2006:6) mengemukakan bahwa satu kalimat atau
satu kata pun dapat disebut wacana.
Wacana dapat berwujud sebagai bentuk buku,
novel, atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Utami, 2000:35). Iklan
merupakan salah satu bentuk wacana yang berupa kata-kata yang menarik terdapat
dalam media massa, baik cetak maupun elektronik (audio visual) yang memiliki
makna atau pesan. Agar makna atau pesan dapat samapai dengan baik, pembuat
iklan harus mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam berkomunikasi dengan
sasarannya, seperti 1) prinsip kejelasan, 2) prinsip kepadatan, dan 3) prinsip
kelangsungan. Sebagai tambahan, menurut Grice (dalam Rahardi, 2005:52) dalam
berkomunikasi perlu mempertimbangkan prinsip kerja sama sehingga apa yang
menjadi sasaran dapat dicapai bersama. Prinsip tersebut dapat berupa maksim
kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.
Sebagai ragam bisnis, bahasa iklan merupakan
salah satu bentuk pemakaian bahasa yang bertujuan untuk meyakinkan konsumen
agar tergerak untuk melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh pengiklan
(pesan). Oleh karena itu, bahasa iklan harus dibuat semenarik mungkin sehinggga
konsumen tertarik untuk mencoba atau membeli produk yang ditawarkan. Contohnya
iklan produk rokok yang berbunyi GUDANG
GARAM 16, PRIA PUNYA SELERA. Kalimat tersebut didukung juga oleh gambar
seorang pria tegap yang suka dengan olahraga yang penuh tantangan. Dari kalimat
“pria punya selera” tersebut dapat
memunculkan daya tarik, terutama di kalangan pria, bahwa apabila mereka membeli
atau mengonsumsi produk tersebut maka mereka bisa tergolong pria yang memiliki
selera yang tinggi dan suka akan tantangan yang berbahaya. Dari iklan di atas,
prinsip kepadatan telah dipenuhi oleh si pembuat iklan, namun dari prinsip
kejelasan dan kelangsungan hanya didukung oleh gambar yang ada di iklan rokok
tersebut.
Salah satu media massa yang sering
menggunakan iklan adalah media cetak yaitu koran atau surat kabar harian. Iklan
di media cetak khususnya di koran atau surat kabar harian sering menggunakan
sedikit kata-kata dan dibantu dengan gambar yang cukup banyak. Seperti yang
dinyatakan oleh Halliday dan Hasan (1992:66) bahwa secara tata bahasa teks
tertulis sangat sederhana tetapi secara leksikal sangat padat, berlainan dengan
bahasa tutur yang sopan. Dengan demikian, iklan yanga ada di harian cetak akan
lebih cenderung memunculkan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama antara
penutur (iklan) dan si mitra tutur (pembaca iklan).
Surat kabar harian yang sering memiliki
iklan adalah Harian Sumatera Ekspres. Harian sumatera ekspres dijadikan objek
penelitian karena merupakan harian terbesar yang ada di Sumatera Selatan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti, surat kabar ini merupakan surat kabar
yang memiliki oplah tertinggi dari surat kabar yang ada di kota Palembang yaitu
73.000 eksemplar/hari dengan perincican 65% untuk kota Palembang dan 35% untuk
tingkat kabupaten. Selain itu, pemilihan iklan sebagai kajian penelitian
mengingat bahwa iklan merupakan alat pemasaran produk maupun jasa yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap orang pada saat ini
sehingga perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa maupun produk membuat
berbagai cara untuk masyarakat produknya melewati sebuah iklan. Dari berbagai
cara, terkadang sebuah perusahaan tidak memperdulikan lagi tata cara
berkomunikasi baik kepada saingan mereka maupun yang bukan saingan.
1.2
Masalah
Masalah yang
akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
pelanggaran prinsip kerja sama yang ada dalam iklan
di surat kabar Sumatera Ekspres?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pelanggaran prinsip
kerja sama yang ada dalam iklan
di surat kabar Sumetera Ekspres.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil pengamatan ini diharapkan
dapat bermanfaat baik secara teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian
ini dapat memberikan atau mengunakan teori-teori. sebelumnya dalam kajian
pragmatik. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
mahasiswa sebagai bahan telaah dan analisis tentang aspek pragmatik terhadap
sebuah wacana baik secara lisan maupun secara tulisan.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pragmatik
Pragmatik menelaah hubungan tindak bahasa dengan konteks tempat, waktu,
keadaan pemakainya, dan hubungan makna dengan aneka situasi ujaran. Dapat pula
dikatakan bahwa pragmatik merupakan telaah mengenai kondisi-kondisi umum
penggunaan komunikasi bahasa (Sudaryat, 2009:121).
Tarigan (1990:32) menyatakan telaah
umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita menafsirkan
kalimat disebut dengan pragmatik. Pendapat tersebut sejalan dengan Levinson
(dalam Tarigan, 1990:33) yang mengatakan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai
segala aspek makna yang tidak tercakup dalam dalam teori semantik, atau dengan
kata lain; memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat
dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi
kebenaran kalimat yang diucapkan.
Menurut Rahari (2005:49) pragmatik
adalah studi bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya pada konteks. Konteks
yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama
oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah petuturan.
Dengan demikian, pragmatik merupakan kajian dari bahasa karena ia
merupakan bagian dari performansi linguistik yang mengkaji makna tersebut
dilihat dari pertimbangan konteks yang ada pada saat itu disamping
memperhatikan semantik dan sintaksis dari sebuah bahasa.
Menurut Grice dikutip cahyono (1996:221) prinsip kerja sama dalam
berkomunikasi merupakan teori dari implikatur. Maksim-maksim dalam prinsip
kerja sama itu adalah maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan
maksim pelaksanaan.
2.2 Prinsip Kerja Sama
Agar pesan (message) dapat samapi dengan baik pada peserta tutur,
komunikasi yang terjadi itu perlu
mempertimbangkan prinsip-prinsip. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya prinsip
kerja sama Grice. Prinsip kerja sama Grice itu seluruhnya meliputi empat maksim
yaitu 1) maksim kuantitas (maxim of quantity), 2) maksim kualitas (maxim of
quality), 3) maksim relevansi (maxim of relevance), dan 4) maksim pelaksanaan
(maxim of Manner).
a. Maksim Kuantitas (The Maxim of Quantity)
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan
informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi
sedemikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan
yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur
dapat dikatan melanggar maksim kuantitas melanggar maksim kuantitas dalam
prinsip kerja sama Grice. Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu mengandung
informasi yang berlebihan akan dapat melanggar maksim kuantitas.
Contoh:
1.
“Lihat itu Cris Jhon mau bertanding lagi.”
2.
“Lihat itu Cris Jhon yang mantan petinju kelas berat itu mau bertanding
lagi.”
Informasi indeksial:
Tuturan 1 dan 2 dituturkan oleh
seorang pengagum Cris Jhon kepada rekannya yang juga mengagumi petinju
legendaris itu. Tuturan itu dimunculkan pada waktu mereka bersama-sama melihat
salah satu acara tinju di televisi.
Tuturan
1 merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif isinya karena
tuturan itu sudah dapat dipahami maksudnya dengan baik dan jelas si mitra
tutur. Penambahan informasi pada tuturan 2 justru menyebabkan tuturan menjadi
lebih panjang dan berlebihan. Sesuai dengan garis kamsim, tuturan 2 di atas
tidak mendukung atau bahkan melanggar prinsip kerja sama Grice (Rahardi,
2005:53-54).
b. Maksim Kualitas (The Maxim of Quality)
Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat
menyampaikan sesuatu yang nyata sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur.
Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas. Tuturan 1
dan tuturan 2 pada bagian berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelaskan
pernyataan ini.
1.
“Silahkan mencontek saja biar nanti saya mudah menilainya!”
2.
“Jangan mencontek, nilainya bisa E nanti!”
informasi Indeksial:
Tuturan 1 dan tuturan 2 dituturkan
oleh dosen kepada mahasiswanya di dalam ruang ujian pada saat ia melihat ada seorang mahasiswa
yang sedang berusaha melakukan penyontekannya.
Tuturan
2 jelas lebih memungkinkan terjadinya kerja sama antara penutur dengan mitra
tutur. Tuturan 1 dikatakan melanggar maksim kualitas karena penutur mengatakan
sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan
seseorang. Akan menjadi suatu kejanggalan apabila di dalam dunia pendidikan
terdapat seorang dosen yang mempersilahkan para mahasiswanya melakukan
penyontekan pada saat ujian berlangsung (Rahardi, 2005:55).
c. Maksim Relevansi (The Maxin oh Relevance)
Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang
baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan
kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur
dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan
melanggar prinsip kerja sama.
Contoh:
Sang Hyang tunggal : “Namun sebelum kau pergi, letakkanlah kata-kataku
ini
dalam hati!”
Semar
: “Hamba bersedia, ya dewa.”
Informasi indeksial:
Tuturan ini dituturkan oleh Sang
Hyang Tunggal kepada tokoh Semar dalam sebuah adegan perwayangan.
Contoh
di atas dapat dikatakan mematuhi dan menepati maksim relevansi. Dikatakan
demikian karena apabila dicermati secara mendalam, tuturan yang disampaikan
oleh Semar adalah : Hamba bersedia ya Dewa,” benar-benar merupakan tanggapan
atas perintah Sang hayang Tunggal yang dituturkan sebelumnnya yakni “Namun,
sebelum kau pergi, letakkanlah kata-kataku ini dalam hati.” Dengan perkataan
lain, tuturan itu patuh dengan maksim relevansi dalam prinsip kerja sama Grice.
Perhatikan tuturan berikut ini
antara seorang kepala sekolah dengan guru pada contoh berikut ini.
Kepala Sekolah :
“Bawa sini semua berkasnya akan saya tanda
Tangani dulu!”
Guru : “Maaf Bu, Kasihan sekali
nenek itu.”
Informasi indeksial:
Dituturkan oleh seorang kepala
sekolah kepada guru pada saat mereka bersama-sama bekerja di sebuah ruang kerja
kepala sekolah. Pada saat itu itu ada seorang nenek tua yang sudah menunggu
lama.
Dalam
cuplikan tersebut tampak dengan jelas bahwa tuturan sang guru, yakni “Maaf Bu,
kasihan sekali nenek tua itu” tidak memiliki relevansi dengan apa yang
diperintahkan sang direktur, yakni “ bawa sini semua berkasnya akan saya tanda
tangani!” Dengan demikian tuturan tersebut sebagai salah satu bukti bahwa
maksim relevansi dalam prinsip kerja sama tidak selalu harus dipenuhi dan
dipatuhi dalam penuturan sesungguhnya, (Rahardi, 2005:57).
d. Maksim Pelaksanaan (The Maxim of Manner)
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan
peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang
bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar
prinsip kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan.
Contoh:
A : “Ayo
cepat dibuka!”
B : “Sebentar dulu, masih dingin.”
Tuturan di atas memiliki kadar kejelasan yang rendah. Karena berkadar
kejelasan yang rendah dengan sendirinya kadar kekaburannya menjadi sangat
tinggi. Tuturan A “Ayo. Cepat dibuka!” sama sekali tidak memberikan kejelasan
tentang apa yang sebenarnya diminta oleh si mitra tutur. Kata dibuka dalam
tuturan tersebut mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan sangat tinggi. Oleh
karenanya, maknanya pun menjadi sangat kabur. Demikian pula tuturan yang
disampaikan oleh penutur B yakni :Sebentar dulu, masih dingin” mengandung kadar ketaksaan
cukup tinggi. Kata dingin pada tuturan itu dapat mendatangkan banyak
kemungkinan persepsi penafsiran karena di dalam tuturan itu tidak jelas apa
sebenarnya yang masih dingin itu. Tuturan seperti itu dapat dikatakan
pelanggaran prinsip kerja sama karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan dalam
prinsip kerja sama Grice (Rahardi, 2005:57).
2.3 Iklan
Wright (dalam Liliweri, 1992:20)
mengatakan bahwa iklan adalah suatu proses komunikasi yang memiliki kekuatan
yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang,
memberikan layanan serta gagasan atau ide melalui saluran tertentu dalam bentuk
informasi yang persuasif. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2005:34) iklan
adalah berita pesanan untuk mendorong, membuat khalayak ramai agar tertarik pada
barang dan jasa yang ditawarkan, dipasang di media massa (seperti surat kabar
atau majalah) atau di tempat umum. Jadi, iklan adalah suatu bentuk komunikasi
yang berupa penawaran barang atau jasa yang ditawarkan kepada khalayak dan
dipasang di media massa (seperti surat kabar atau majalah) atau di tempat umum dalam bentuk
informasi yang persuasif.
2.4 Jenis Iklan
Menurut Brovee (dikutip Liliweri,
1992:36) pembagian iklan berdasarkan khalayak sasaran psikografis adalah:
- Iklan untuk Konsumen
Adalah iklan yang secara khusus
disebarluaskan melalui media massa
tertentu untuk para pemakai suatu produk baik barang maupun jasa.
- Iklan untuk Bisnis
Adalah ikan yang diarahkan khusus
kepada mereka yang mempunyai bisnis,
usaha dagang yang berkaitan dengan produk tersebut.
Iklan ini kadang-kadang juga menggunakan media massa. Namun, para pengusaha lebih suka mengeluarkan media
melalui humas.
Contoh:
Informasi tentang produk disalurkan melalui prospek Perusahaan, bulletin, pamplet, dan pameran hasil.
2.5 Bentuk Bahasa Iklan
bentuk bahasa iklan menurut Arifin
(dalam Susianti, 2002:12) terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
- Iklan Bentuk Frasa
Iklan berbentuk frasa biasanya
dilengkapi dengan gambar barang yang
diiklankan dan dapat ditemukan pada papan reklame di pinggir jalan.
Contoh:
iklan penawaran alat telekomunikasi seperti handphone.
- Iklan Berbentuk Kalimat
Iklan yang disajikan dalam bentuk
kalimat terbagi beberapa kelompok yaitu
iklan dalam bentuk kalimat tunggal, iklan dalam bentuk kalimat majemuk setara, iklan dalam bentuk kalimat majemuk bertingkat, dan iklan dalam bentuk
kalimat majemuk campuran.
3. Metodologi Penelitian
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskrifptif.
Menurut Hariwijaya (2008:22) metode deskriptif adalah metode yang digunakan
dalam penelitian yang bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi
sebanyak-banyaknya dari suatu fenomena. Penelitian ini dapat dilakukan dengan
menggunakan satu jenis variabel. Jadi, penelitian ini akan mengkaji aspek
pragmatik dari iklan yang ada di harain sumatera ekspres untuk mengetahui dan
menemukan informasi-informasi berupa pelanggaran prinsip kerja sama yang ada
dalam iklan tersebut.
3.2 Sumber Data
sumber data adalah penelitian adalah
subjek dari mana dapat diperoleh (Arikunto, 2002:107). Sumber data dalam
penelitian ini diperoleh dari iklan, misalnya iklan handphone, iklan
elektronik, iklan otomotif, dan iklan makanan, yang ada dalam harian Sumatera
Ekspres Edisi November 2011 yang terbit setiap hari.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah teknik dokumentasi dan teknik catat. Teknik dokumentasi
adalah teknik untuk mencarai data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002:206). Dengan demikian, teknik
dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan iklan yang ada di harian Sumatera
Ekspres edisi November 2011. Selain teknik dokumentasi, penelitian ini
menggunakan teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan pencatatan data pada
kartu data yang selanjutnya dengan klasifikasi data (Sudaryanto, 1993:135-136).
Dalam penelitian ini teknik catat dilakukan dengan mencatat iklan-iklan yang ada
di harian Sumatera Ekspres yang memiliki unsur pelanggaran prinsip kerja sama
Grice dalam iklan tersebut.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah teknik dasar yang
terdapat dapat metode padang. Teknik dasar ini menggunakan teknik. Pilah Unsur
Penentu (PUP) dengan daya pilah pragmatik, yakni teknik membagi satuan lingual
berdasarkan konteks pragmatik (Sudaryanto, 1993-22). Teknik ini digunakan untuk
membagi satuan lingual berupa wacana iklan berdasarkan segi pragmatik berdasarkan
prinsip kerja Grice. Adapaun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah
sebagai berikut::
1. Mengumpulkan semua iklan yang terdapat di harian Sumatera Ekspres edisi
Agustus 2011.
2. Memilih data yang berupa iklan berdasarkan khalayak sasaran yaitu iklan
untuk konsumen, misalnya iklan handphone, iklan makanan, dan iklan jasa.
3. Semua iklan dikumpulkan, kemudian tuturan tertulis dalam iklan dianalisis
dari aspek pragmatik berupa prinsip kerja sama Grice. Adapun prinsip kerja sama
Grice itu terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan
maksim pelaksanaan.
a. Sebuah data dimasukkan dalam kelompok maksim kuantitas apabila tuturan
dalam iklan tersebut telah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai,
dan seinformatif mungkin. Apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi atau
terlalu berlebih, iklan tersebut melanggar maksim kuantitas.
b. Sebuah data dimasukkan dalam kelompok maksim kualitas apabila tuturan
dalam iklan tersebut telah memberikan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan
fakta sebenarnya di dalam bertutur. Apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi,
iklan tersebut melanggar maksim kualitas.
c. Sebuah data dimasukkan dalam kelompok relevansi tuturan dalam iklan
tersebut terdapat kontribusi antara penutur dan penutur. Apabila tidak memunculkan
kontribusi, iklan tersebut tidak memenuhi atau melanggar maksim relevansi.
d. Sebuah data dimasukkan dalam kelompok maksim pelaksanaan apabila tuturan
dalam iklan tersebut terdapat pengertian langsung, jelas, dan tidak kabur.
Apabila tidak meminculkan pengertian langsung, jelas, dan tidak kabur, iklan
tersebut tidak memenuhi atau melanggar maksim pelaksanaan.
4. Iklan dikelompokkan berdasaran maksim-maksim yang telah disebutkan di
atas.
5. Membuat kesimpulan.
4. Hasil Pembahasan
Agar pesan (message) dapat sampai dengan baik pada peserta tutur
dalam sebuah iklan, komunikasi yang terjadi itu perlu mempertimbangkan
pinsip-prinsip. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya prinsip kerja sama Grice.
Prinsip kerja sama Grice ini seluruhnya meliputi empat maksim yaitu 1) maksim
kuantitas (maxim of quantity), 2) maksim kualitas (maxim of quality), 3) maksim
relevansi (maxim of relevance), dan 4) maksim pelaksanaan (maxim of manner).
a. Maksim Kuantitas
(maxim of quantity)
Di dalam maksim kuantitas, seorang
penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relative memadai, dan
seinformatif mungkin. Informasi sedemikian itu tidak boleh melebihi informasi
yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang tidak mengandung
informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur dapat dikatakan melanggar
maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice (Rahardi, 2005:53).
Contoh 1
SOLUSI CERDAS PUNYA RUMAH
DENGAN
MUDAH
DP
BISA DICICIL
ANGSURAN
HANYA RP.40 RIBUAN/HARI
SAKO
VILLAGE harga mulai 148 juta, BANDARA PERMAI harga mulai 144 juta,
KENTEN VILLAGE harga mulai 146 juta, Palim Residance harga mulai 288 juta.
DEVELOPER:
PT SAHABAT MULIA
Dari iklan propety
(perumahan) di atas, informasi yang diperoleh adalah bahwa apabila ingin
membeli rumah dilokasi yang telah ditentukan. Informasi oleh si penutur
merupakan informasi yang ridak melebihi informasi yang dibutuhkan oleh mitra
tutur. Berbeda dengan iklan berikut ini.
Contoh 2
SAKO 2 GARDEN
HUNIAN
MODERN ASRI DAN ALAMI
Desain
rumah modern
Berada
di kawasan yang sudah ramai
Lokasi
strategis, mudah dijangkau
Developer:
PT GRIYA SENTAUSA JAYA
Dari wacana iklan property di atas, si penutur tidak memberikan informasi
penting atau pokok dari perumahan yang ditawarkan misalnya harga dan cara
pembayarannya kepada di mitra tutur (pembaca). Si penutur hanya memberikan
informasi yang tidak terlalu penting bagi si mitra tutur misalnya desain rumah,
penataan areal, dan sebagainya. Dengan demikian, pada contoh 1 telah memenuhi
maksim kuantitas (maxim of quantity)
karena informasinya cukup, relatif memadai, dan informatif. Namun, contoh iklan
2 merupakan contoh iklan yang melanggar maksim kuantitas karena informasinya
yang diberikan si mitra tutur tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh
diperlukan oleh mitra tutur (konsumen property).
b. Maksim Kualitas
(Maxim of Quality)
Maksim kualitas
merupakan maksim yang dimunculkan oleh peserta tutur dengan harapan bahwa si
petutur menyampaikan sesuatu yang nyata sesuai dengan fakta yang sebenarnya di
dalam bertutur (Rahardi, 2005:55).
Contoh 3
PT DAYA CIPTA SARANA
Main
Dealer Mobil Suzuki Wilayah Sum-Sel dan Bengkulu
Motot
Paling Irit se-Indonesia
1 liter = 75 km
Sumber:
Lomba Irit Wartawan tanggal 11 Mei 2011 di Jogjakarta
Motor
Smash tetand
5000
km NONSTOP
Uji
Ketahuan 15-17 Mei 2010
Sirkuit
Sentul
Telah
tercata dalam rekor MURI 2011
Berdasarkan wacana iklan
di atas, penutur memberikan banyak fakta untuk mendukung atau menyatakan
tentang iritnya motor suzuki Smash tetand. Fakta-fakta itu didukung oleh
berbagai sumber yaitu sepeda motor ini pernah mengikuti lomba irit wartawan
tanggal 11 Mei
2011 di Yogyakarta, pernah mengikuti kegiatan Motor Paling Kuat
se-Indonesia Smash Tetand suzuki Jelajah negeri 2011, Suzuki Smash Tetand 5000 km nonstop Uji ketahanan
15-17 Mei 2010 di Sirkuit sentul, dan telah tercatat di dalam rekor MURI 2010.
berbeda dengan contoh iklan berikut ini.
Contoh 4
MITSHUBISHI MOTORS
MITSUBISHI
COLTT120SS
SI
TANGGUH UNTUK BISNIS JURAGAN
Bandel,
Irit, dan Kuat Ngangkut Banyak
Dengan
ban Radial dan dilengkapi CD/Mp3 Player
Bandel
dan irit, Tangguh dan nggak rewel, dan banyak muatannya
Berdasarkan wacana iklan
di atas, terdapat ujaran “bandel, irit, dan kuat ngangkut banyak”, Namun,
ujaran tersebut tidak dibuktikan dengan fakta-fakta misalnya mengapa mobil ini
bisa irit, mengapa mobil ini muatannya banyak, dan mengapa dikatakan bandel.
Berdasarkan dua contoh iklan tersebut, maksim kualitas terpenuhi dalam wacana
iklan pada contoh 3 karena setiap ujaran dibuktikan dengan fakta-fakta,
sedangkan contoh 4 merupakan pelanggaran pada maksim kualitas karena informasi
yang disampaikan oleh penutur tidak disertakan dengan fakta.
c. Maksim Relevansi
(Maxim of Relevance)
di dalam maksim
relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur
dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang
relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak
memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip
kerja sama (Rahardi, 2005:56).
Contoh 5
CSL Blueberry
“Pilih
yang saya pilih” Agnes Monica
Harga
Rp. 499 ribu
Berdasarkan wacana iklan
di atas, relevansi tidak muncul dari tuturan tersebut. Ketika ada tuturan “CSL
Blueberry” tuturan berikutnya adalah “pilih yang saya pilih, Agnes Monica”.
Dengan kata lain “pilihlah yang saya pilih”, Agnes Monica tidak memiliki
relevansi dengan ujaran sebelumnya yaitu “CSL Blueberry. Dengan demikian
tuturan tersebut sebagai salah satu bukti bahwa maksim relevansi dalam prinsip
kerja sama tidak selalu harus dipenuhi dan dipatuhi dalam pertuturan dalam
iklan.
Contoh 6
Anak-anak dan bahasa Inggris
Adalah
investasi yang tak ternilai
...
hanya jika Anda memilih
Kursus
bahasa Inggris yang tepat bagi mereka
Junior
English
for Elementary School Students, aged 6 ti 13
Namun, pada iklan di
atas maksim relevansi muncul. Dalam konteks iklan tersebut, penutur
memeberitahukan kepada si mitra tutur bahwa anak-anak dan bahasa Inggris adalah
sebuah investasi dan sebagai jawabannya anak-anak dapat dicarikan tempat bahasa
Inggris yang tepat sehingga nilai anak sebagai investasi berhasil. Dengan kata
lain tuturan yang ada di dalam iklan di atas patuh dengan maksim relevansi
dalam prinsip kerja sama Grice.
d. Maksim
Pelaksanaan (Maxim of Manner)
maksim pelaksanaan ini
mengharuskan peserta petuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak
kabur. Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan
melanggar prinsip kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan
(Rahardi, 2005:57).
Contoh 7
Internetan sepuasnya!!!
Mulai dari Rp.195 ribu/bulan
Siapapun anda, tersedia paket internet sesuai kebutuhan
Anda.
Dari wawancara iklan di
atas, tuturan yang ada memiliki kadar kejelasan yang sangat rendah. Dalam
tuturan yang berbunyi “mulai dari Rp.195 ribu/bulan” mengandung kekaburan yang
cukup dingin. Tuturan tersebut mendatangkan banyak kemungkinan persepsi
penafsiran karena di dalam tuturan itu tidak jelas apa maksud dari mulai dari
195 ribu per bulan, apakah biaya beban dalam berinternet, apakah biaya
pemasangannya, dan sebagainya.
III. PENUTUP
3.1 Simpulan
Apabila dikaitkan dengan
prinsip kerja sama Grice, maka iklan yang ada di harian Simatera Ekspres
mengandung unsur maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan
maksim pelaksanaan. Semua maksim itu hadir, namun, yang paling dominan dalam
setipa iklan tersebut adalah maksim kuantitas dan maksim kualitas. Namun, tidak
menutup kemungkinan ada juga beberapa iklan yang melanggar maksim kerja sama
Grice yaitu pada maksim kualitas contohnya pada iklan property.
3.2 Saran
Pengkajian dalam
pengamatan ini hanya kajian aspek pragmatik yang sangat kecil yaitu hanya pada
pelanggaran prinsip kerja sama Grice. Perlu pengkajian lebih dalam lagi
mengenai unsur tersebut dengan mengaitkan dengan koherensi wacana iklan itu
sendiri. Proses penafsiran maknanya harus melalui proses inferensi,
interpretasi lokal, analogi, dan konteks. Selain itu, bisa juga dikaitkan
dengan prinsip kesantunan Robin Lakoff.
Langganan:
Postingan (Atom)