BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari
kita sering mendegar istilah sastra atau karya sastra: prosa atau puisi. Dengan
membaca karya sastra, kita akan memperoleh “sesuatu” yang dapat memperkaya
wawsan dan/atau meningkatkan harkat hidup. Dengan kata lain, dalam karya sastra
ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.
Banyak orang terharu,
terenyuh, atau terpukau ketika menikmati seuntai sajak atau puisi. Segi apakah
yang menyebabkan puisi menarik perhatian orang? Berdasarkan penafsiran
subjektif, jawaban pertanyaan itu dapat beraneka ragam. Persoalan yang
dikemukakkan atau bentuk penyajian dapat menjadi pemyebab keindahan puisi.
Namun, pada dasarnya isi dan bentuk atau tema dan struktur secara bersama-sama
menjalin keindahan puisi. Kedua aspek itu merupakan kesatuan yang utuh yang
saling mendukung, keserasian antara bunyi yang merdu, imajinasi yang dibangun,
pemikiran yang dituangkan, watak yang dimunculkan, dan majas khas yang
digunakan merupakan ramuan keapikan puisi.
Meskipun puisi dibentuk oleh
banyak unsur, dalam kenyataannya sering hanya satu atau beberapa unsur yang
menonjol. Keindahan unsur yang mencuat itulah yang acapkali dijadikan dasar
jawaban atau pertanyaan mengenai hal itu. Pesona puisi ini dapat terjadi
karena, iramanya yang dominan.
Karya satra yang baik
senantiasa mengandung nilai (Volue). Nilai itu dikemas dalam wujud struktur
karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur, latar, tokoh, tema, dan
amanat atau di dalam larik, rima, dan irama.Nilai yang terkandung dalam karya
sastra itu adalah, nilai hedonic, nilai artistik, nilai kultural, nilai etis,
moral, atau agama, nilai praktis.
1.2
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian puisi?
2. Apa sajakah unsur-unsur puisi?
3. Bagaimakah unsur fisik puisi?
4. Bagaimanakah pemahaman unsur sosiopsikologis dalam puisi?
5. Bagaimanakah struktur batin puisi?
1.3
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. dapat memahami pengertian puisi,
2. dapat mengetahui unsur-unsur
puisi,
3. mengetahui struktur batin puisi, dan
4. mengetahui unsur-unsur sosiopsikologis dalam puisi,
5. bisa menerapkan contoh batin puisi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puisi
Secara etimologis,
kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis
yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini
adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet,
Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti
membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka
kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang
sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran
yang tersembunyi.
Shahnon
Ahmad (dikutip Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya
dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu
adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara
sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur
lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran
yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi
yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga
yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan
mempergunakan orkestra bunyi.
3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan
pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu
merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional
serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara
artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan
sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik
(pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman
detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa
yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,
kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang
yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk
direkam.
Dari
definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun
tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan
bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu
sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada,
irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan
yang bercampur-baur.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik
dan struktur batinnya. Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya
sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya,
digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
2.2 Unsur-Unsur
dalam Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi
terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata,
larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi
keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut. Kata
adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat
sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang
dipilih diformulasi menjadi sebuah larik. Larik atau baris mempunyai pengertian
berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa
frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam
sebuah larik biasanya empat bait, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah
biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait
biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi. Bunyi dibentuk oleh
rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh
huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah
pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi.
Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan
bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait),
tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat
konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa
rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk
oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi
pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa
dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait.
Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi
penulis puisi disampaikan. Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa
dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur fisik puisi, atau terkadang
disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair
untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1.
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti
halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya,
hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap
puisi.
2.
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit
kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih
secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3.
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
4.
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan
indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan
kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan
tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5.
Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito,
1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa
figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora,
simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora,
pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto,
totem pro parte, hingga paradoks.
6.
Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum.
Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris
puisi. Rima mencakup,
1)
onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang
memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.)
2)
bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan
akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi
bunyi [kata], dan sebagainya (Waluyo, 187:92)
3)
pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah,
panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan
puisi.
3.
Pemahaman Unsur Sosiopsikologis dalam Puisi
Salah satu unsur yang terkandung
dalam puisi adalah unsur kehidupan sosial budaya serta ragam sikap penyair
terhadapnya. Dalam hal ini, pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami
unsur-unsur itu adalah pendekatan sosiopsikologis. Bila dalam kajian ini objek
kajian lewat pendekatan sosipsikologis tersebut adalah puisi, hal itu bukan
berarti bahwa prosa fiksi tidak dapat dijadikan obyek pembahasan.
2.3.1 Hubungan Antara Kehidupan Sosial Masyarakat
Dengan
Gagasan dalam Suatu Puisi
Sebelum
menelaah sajian materi ini, bacalah puisi berjudul ‘”dari Seorang Guru Kepada
Murid-Muridnya” Karya hartojo andangdjaja di bawah ini.
Apakah
yang kupunya anak-anakku
Selain
buku-buku dan sedikit ilmu
Sumber
pngabdianku kepadamu
Kalau
di hari minggu engakau dating ke rumahku
Aku takut,
anak-anakku
Kursi-kursi
tua yang di sana
Dan
meja tulis sederhana
Dan
jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
Semua
padamu akan bercerita
Tentang
hidupku dirumahtangga
Ah,
tentang ini tak pernah aku bercerita
Depan
kelas, sedang menatap wajah-wajahmu remaja
-
horizon
yang selalu biru bagiku –
karena kutahu
anak-anakku
engakau terlalu
muda
engkau terlalu
bersih dari dosa
untuk mengenal
ini semua.
Setelah membaca puisi di
atas, dalam diri Anda tentu terbayang bagaimana kehidupan sosial suatu kelompok
atau salah satu anggota masyarakat guru. Mereka yang sudah lama berkecimpung
dalam dunia pendidikan tentunya akan memaklumi bahwa kehidupan social
masyarakat guru seperti yang digambarkan dalam puisi di atas memang benar-benar
ada. Mungkin di masa lalu, atau bahkan masih ada di masa sekarang. Dari contoh puiisi di atas, dapat
diketahui bahwa hubungan antara kehidupan sosial masyarakat dengan gagasan
dalam suatu puisi itu terlihat adanya hubungan. Seperti halnya hubungan antara
gagasan dalam puisi dengan peristiwa kesejahteraan dengan kehidupan sosial
masyarakat, puisi juga memiliki hubungan timbal balik. Adapaun maksud hubungan
timbal balik itu adalah penyair dapat mengangkat kehidupan sosial masyarakat
sebagai bahan penciptaan, dan puisi yang diciptakan mampu menggambarkan kembali
kehidupan sosial masyarakat itu kepada masyarakat pembaca, serta memberikan
sikap atau penilaian terhadapnya, hal ini
sesuai dengan pengertian pendekatan sosiopsikologi dalam mengapresiasi puisi.
Adapun pendekatan sosiopsikologi adalah suatu pendekatan yang (1) berusaha
memahami latar belakang kehidupan socsal masyarakat, baik secara individual
maupun kelompok yang mempengaruhi terwujudnya suatu gagasan dalam puisi, (2)
terwujudnya gagasan tentang kehidupan sosial masyarakat, baik secara individual
maupun kelompok dalam suatu puiisi, dan (3) memahami sikap pengarang terhadap
kehidupan sosial masyarakat yang dipaparkannya.
2.3.2
Unsur Kehidupan Sosial Masyarakat dalam Puisi
Kehidupan sosial
masyarakat, baik itu secara individual maupun kelompok, dapat menjadi bahan
penciptaan suatu puisi. Corak kehidupan sosial masyarakat yang diangkat menjadi
bahan penciptaan itu dapat beranekaragam. Mungkin dapat berupa kebiasaan, pandangan hidup, maupun perilaku
suatu masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan masalah politik, tetapi
berhubungan dengan masalah kehidupan sosial.
Secara
umum, dapat dikemukakan bahwa dalam usaha menemukan unsur kehidupan sosial
masyarakat serta sikap penyair
1) membaca puisi yang diapresiasi secara berulang-ulang
untuk menemukan gambaran totalitas maknanya.
2) menafsirkan dan menyimpulkan judul puisi, kata-kata,
baris atau kalimat didalamnya.
3) menafsirkan hubungan antara baris yang satu dengan baris
yang lain untuk memahami satuan makna yang terdapat dalam sekelompok baris atau
bait dalam puisi.
4)
mengidentifikasi unsur social kehidupan yang dikemukakan
penyair.
5)
mengidentifikasi sikap penyair.
Apabila
kita mengidentifikasi unsur-unsur sosial kehidupan suatu masyarat lewat puisi,
maka kita akan menemukan suatu masyarakat yang memiliki cirri-ciri:
1) pikiran mereka beku, mereka menolak pembaharuan dan
setia memeluk tradisi tanpa koreksi atau evaluasi.
2) kehidupan mereka bagai kehidupan orang kampong(an),
senang membuat peraturan yang sebenarnya sepele dan tidak perlu dilakukan.
3) masyarakat itu adalah sekelompok manusia yang sok tahu,
mereka berbincang masalah kesusilaan, politik dan agama hanya karena mau
di-wah.
4)
mereka suka main
hakim sendiri.
5)
sesuatu yang tidk berarti, yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya, yang enteng yang iseng justru mereka hargai.
6)
mereka asing dengan kegiatan kontemplasi untuk menemukan
dan mengembangkan dirinya sendiri serta untuk menemukan kebenaran yang hakiki.
7) mereka menyikapi orang lain di luar kelompoknya dengan
rasa curiga, dan bukan dengan rasa percaya dan cinta kasih.
Sehubungan dengan
situasi demikian, sikap penyair sangat tegas. Ia tidak menyetujui pandangan dan
prilaku masyarakat demikan, ia tidak menyatu di dalamnya karena ia ingin
merdeka dan ingin menemukan dirinya sendiri. Apresiasi tentang unsure kehidupan
sosial masyarakat dalam suatu puisi juga dapat berorientasi pada kehidupan
seseorang sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Hal ini tampak bila kita
mengapresiasi suatu puisi lewat pendekatan sosiopsikologis yang sasarannya pada
puisi-puisi yang mengandung pokok pikiran tentang kehidupan seseorang sejalan
dengan pandangan hidupnya, profesinya, jenis kelamin, perilaku kehidupannya dan
lain-lain.
2.3.3
Sikap Penyair Terhadap Corak Kehidupan Sosial Masyarakatnya
Sikap seorang penyair terhadap corak kehidupan sosial
masyarakat tempat ia berada, sikap tersebut mungkin berupa sikap keikhlasan,
masa bodoh, tidak setuju serta berbagai macam sikap lainnya sesuai dengan
kompleksitas pikiran penyair itu sendiri.
Cara menentukan sikap penyair itu pada dasarnya tidak
berbeda dengan cara memahami dan menemukan gagasan penyair sehubungan dengan
corak kehidupan sosial masyarakat.
2.4
Struktur Batin
Struktur batin puisi,
atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah
bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna,
maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair
terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan
rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair,
misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial,
kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan
pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah
tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa,
dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,
pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang
sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap
pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca
untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca,
dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar
maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan
tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat
ditemui dalam puisinya.
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak
ada yang mencari cinta
Di antara
gudang-gudang, rumah tua , pada cerita
Tiang serta
temali. Kapal, perahu tiada yang berlaut,
Menghembus
diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis
mempercepat kelam, ada juga kelepak elang
Menyinggung
muram,desir hari lari berenang
Menemu bujuk
pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini,
tanah, air tidur, hilang ombak.
Tiada lagi, aku
sendiri, Berjalan
Menyisir
semenanjung, masih penggap harap
Sekali tiba di
ujung dan sekali selamat jalan
Dari pantai
keempat, sedu penghabisan bisa berdekap
(Chairil Anwar,1946)
Ditinjau dari struktur batin puisi,
1. Tema
Bertema tentang kedukaan karena kegagalan cinta atau
cinta yang gagal sehingga menimbulkan kedukaan.
Jika kita uraikan bait demi bait, maka struktur
tematik/struktur sintaksis sebagai berikut:
Bait 1
Penyair merasakan kehampaan hati
karena cintanya yang hilang. Kenangan cinta sangat memukul hatinya sehingga
hatinya mati setelah orang yang di cintainya pergi seperti kapal yang tidak
berlaut hidupnya tiada berarti.
Bait 2
Duka hati penyair menambah
kelemahan jiwa karna sepi, kelam, sehingga kelepak elang dapat didengar.
Harapan bertemu dengan kekasihnya timbul tenggelam tetapi harus dilupakan
karena cintanya tinggal bertepuk sebelah tangan dan menimbulkan kelukaan yang
dalam.
Bait 3
Setelah mendengar ia telah mempunyai seorang suami hingga
harapannya di pertegas dengan “sekali tiba di ujung dan sekalian selamat
jalan”. Ratap tangis menggema sampai pantai keempat.
2. Nada
Penyair menceritakan kegagalan
cintanya dengan nada ratapan yang sangat
mendalam, karena lukanya benar-benar sangat dalam.
3. Perasaan
Perasaan penyair pada waktu menciptakan puisi merasakan kesedihan,
kedukaan, kesepian, dan
kesendirian itu disebabkan oleh kegagalan cintanya. Bahkan sedu tangisnya
menggumandang sampai ke pantai keempat karena kegagalan cintanya. Harapan untuk
mendapatkan perempuan pujaannya diumpamakan sebagai ”pelabuhan cinta”.
4. Amanat
Penyair inggin mengungkapkan kegagalan
cintanya yang menyebabkan seseorang seolah-olah kehilangan segala-galanya.
Cinta yang sungguh-sungguh akan menyebabkab seseorang menghayati apa arti
kegagalan secara total.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Banyak
orang terharu, terenyuh, atau terpukau ketika menikmati seuntai sajak atau
puisi. Segi apakah yang menyebabkan puisi menarik perhatian orang? Berdasarkan
penafsiran subjektif, jawaban pertanyaan itu dapat beraneka ragam. Persoalan
yang dikemukakkan atau bentuk penyajian dapat menjadi pemyebab keindahan puisi.
Namun, pada dasarnya isi dan bentuk atau tema dan struktur secara bersama-sama
menjalin keindahan puisi. Kedua aspek itu merupakan kesatuan yang utuh yang
saling mendukung, keserasian antara bunyi yang merdu, imajinasi yang dibangun,
pemikiran yang dituangkan, watak yang dimunculkan, dan majas khas yang
digunakan merupakan ramuan keapikan puisi.
3.2 Saran
Pembahasan
dalam makalah ini hanya pembahasan Pemahaman unsur-unsur puisi ,unsur fisik dan
unsur batin puisi, Sosiopsikologi dalam Puisi, perlu pembahasan yang lebih
mendalam, karena memahami unsur unsur dalam puisi diperlukan kepekaan dan
kecermatan untuk membedakan dan memahami makna
yang terkandung, dan disertai dengan contoh yang lebih lengkap, agar
lebih mudah memahaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar