Minggu, 24 Juni 2012

KAJIAN SASTRA PEMAHAMAN UNSUR-UNSUR PUISI


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendegar istilah sastra atau karya sastra: prosa atau puisi. Dengan membaca karya sastra, kita akan memperoleh “sesuatu” yang dapat memperkaya wawsan dan/atau meningkatkan harkat hidup. Dengan kata lain, dalam karya sastra ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.
Banyak orang terharu, terenyuh, atau terpukau ketika menikmati seuntai sajak atau puisi. Segi apakah yang menyebabkan puisi menarik perhatian orang? Berdasarkan penafsiran subjektif, jawaban pertanyaan itu dapat beraneka ragam. Persoalan yang dikemukakkan atau bentuk penyajian dapat menjadi pemyebab keindahan puisi. Namun, pada dasarnya isi dan bentuk atau tema dan struktur secara bersama-sama menjalin keindahan puisi. Kedua aspek itu merupakan kesatuan yang utuh yang saling mendukung, keserasian antara bunyi yang merdu, imajinasi yang dibangun, pemikiran yang dituangkan, watak yang dimunculkan, dan majas khas yang digunakan merupakan ramuan keapikan puisi.
Meskipun puisi dibentuk oleh banyak unsur, dalam kenyataannya sering hanya satu atau beberapa unsur yang menonjol. Keindahan unsur yang mencuat itulah yang acapkali dijadikan dasar jawaban atau pertanyaan mengenai hal itu. Pesona puisi ini dapat terjadi karena,  iramanya yang dominan.
Karya satra yang baik senantiasa mengandung nilai (Volue). Nilai itu dikemas dalam wujud struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur, latar, tokoh, tema, dan amanat atau di dalam larik, rima, dan irama.Nilai yang terkandung dalam karya sastra itu adalah, nilai hedonic, nilai artistik, nilai kultural, nilai etis, moral, atau agama, nilai praktis.

1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian puisi?
2. Apa sajakah unsur-unsur puisi?
3. Bagaimakah unsur fisik puisi?
4. Bagaimanakah pemahaman unsur sosiopsikologis dalam puisi?
5. Bagaimanakah struktur batin puisi?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. dapat memahami pengertian puisi,
2. dapat mengetahui unsur-unsur  puisi,
3. mengetahui struktur batin puisi, dan
4. mengetahui unsur-unsur sosiopsikologis dalam puisi,
5. bisa menerapkan contoh batin puisi.











BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Puisi

Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dikutip Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
1)   Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang    terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
2)   Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
3)  Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
4)  Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
5)  Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.

2.2  Unsur-Unsur dalam Puisi

 Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut. Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik. Larik atau baris mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat bait, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi. Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan. Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
 Struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.      Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2.      Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3.      Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
4.      Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5.      Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
6.      Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup,
1)     onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.)
2)     bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya (Waluyo, 187:92)
3)     pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

3. Pemahaman Unsur Sosiopsikologis dalam Puisi
            Salah satu unsur yang terkandung dalam puisi adalah unsur kehidupan sosial budaya serta ragam sikap penyair terhadapnya. Dalam hal ini, pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami unsur-unsur itu adalah pendekatan sosiopsikologis. Bila dalam kajian ini objek kajian lewat pendekatan sosipsikologis tersebut adalah puisi, hal itu bukan berarti bahwa prosa fiksi tidak dapat dijadikan obyek pembahasan.

2.3.1  Hubungan Antara Kehidupan Sosial Masyarakat Dengan   
          Gagasan dalam Suatu Puisi                            
            Sebelum menelaah sajian materi ini, bacalah puisi berjudul ‘”dari Seorang Guru Kepada Murid-Muridnya” Karya hartojo andangdjaja di bawah ini.
            Apakah yang kupunya anak-anakku
            Selain buku-buku dan sedikit ilmu
            Sumber pngabdianku kepadamu
            Kalau di hari minggu engakau dating ke rumahku
Aku takut, anak-anakku
            Kursi-kursi tua yang di sana
            Dan meja tulis sederhana
            Dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
            Semua padamu akan bercerita
            Tentang hidupku dirumahtangga
            Ah, tentang ini tak pernah aku bercerita
            Depan kelas, sedang menatap wajah-wajahmu remaja
-          horizon yang selalu biru bagiku –
karena kutahu anak-anakku
engakau terlalu muda
engkau terlalu bersih dari dosa
untuk mengenal ini semua.
           
Setelah membaca puisi di atas, dalam diri Anda tentu terbayang bagaimana kehidupan sosial suatu kelompok atau salah satu anggota masyarakat guru. Mereka yang sudah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan tentunya akan memaklumi bahwa kehidupan social masyarakat guru seperti yang digambarkan dalam puisi di atas memang benar-benar ada. Mungkin di masa lalu, atau bahkan masih ada di masa  sekarang. Dari contoh puiisi di atas, dapat diketahui bahwa hubungan antara kehidupan sosial masyarakat dengan gagasan dalam suatu puisi itu terlihat adanya hubungan. Seperti halnya hubungan antara gagasan dalam puisi dengan peristiwa kesejahteraan dengan kehidupan sosial masyarakat, puisi juga memiliki hubungan timbal balik. Adapaun maksud hubungan timbal balik itu adalah penyair dapat mengangkat kehidupan sosial masyarakat sebagai bahan penciptaan, dan puisi yang diciptakan mampu menggambarkan kembali kehidupan sosial masyarakat itu kepada masyarakat pembaca, serta memberikan sikap atau penilaian terhadapnya,  hal ini sesuai dengan pengertian pendekatan sosiopsikologi dalam mengapresiasi puisi. Adapun pendekatan sosiopsikologi adalah suatu pendekatan yang (1) berusaha memahami latar belakang kehidupan socsal masyarakat, baik secara individual maupun kelompok yang mempengaruhi terwujudnya suatu gagasan dalam puisi, (2) terwujudnya gagasan tentang kehidupan sosial masyarakat, baik secara individual maupun kelompok dalam suatu puiisi, dan (3) memahami sikap pengarang terhadap kehidupan sosial masyarakat yang dipaparkannya.

2.3.2 Unsur Kehidupan Sosial Masyarakat dalam Puisi 
Kehidupan sosial masyarakat, baik itu secara individual maupun kelompok, dapat menjadi bahan penciptaan suatu puisi. Corak kehidupan sosial masyarakat yang diangkat menjadi bahan penciptaan itu dapat beranekaragam. Mungkin dapat berupa  kebiasaan, pandangan hidup, maupun perilaku suatu masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan masalah politik, tetapi berhubungan dengan masalah kehidupan sosial.
            Secara umum, dapat dikemukakan bahwa dalam usaha menemukan unsur kehidupan sosial masyarakat serta sikap penyair 
1)  membaca puisi yang diapresiasi secara berulang-ulang untuk menemukan gambaran totalitas maknanya.
2)  menafsirkan dan menyimpulkan judul puisi, kata-kata, baris atau kalimat didalamnya.
3)  menafsirkan hubungan antara baris yang satu dengan baris yang lain untuk memahami satuan makna yang terdapat dalam sekelompok baris atau bait dalam puisi.
4)       mengidentifikasi unsur social kehidupan yang dikemukakan penyair.
5)       mengidentifikasi sikap penyair.
            Apabila kita mengidentifikasi unsur-unsur sosial kehidupan suatu masyarat lewat puisi, maka kita akan menemukan suatu masyarakat yang memiliki cirri-ciri:
1)    pikiran mereka beku, mereka menolak pembaharuan dan setia  memeluk tradisi tanpa koreksi atau evaluasi.
2)  kehidupan mereka bagai kehidupan orang kampong(an), senang membuat peraturan yang sebenarnya sepele dan tidak perlu dilakukan.
3)   masyarakat itu adalah sekelompok manusia yang sok tahu, mereka berbincang masalah kesusilaan, politik dan agama hanya karena mau di-wah.
4)       mereka suka main hakim sendiri.
5)       sesuatu yang tidk berarti, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, yang enteng yang iseng justru mereka hargai.
6)     mereka asing dengan kegiatan kontemplasi untuk menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri serta untuk menemukan kebenaran yang hakiki.
7)  mereka menyikapi orang lain di luar kelompoknya dengan rasa curiga, dan bukan dengan rasa percaya dan cinta kasih.
Sehubungan dengan situasi demikian, sikap penyair sangat tegas. Ia tidak menyetujui pandangan dan prilaku masyarakat demikan, ia tidak menyatu di dalamnya karena ia ingin merdeka dan ingin menemukan dirinya sendiri. Apresiasi tentang unsure kehidupan sosial masyarakat dalam suatu puisi juga dapat berorientasi pada kehidupan seseorang sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Hal ini tampak bila kita mengapresiasi suatu puisi lewat pendekatan sosiopsikologis yang sasarannya pada puisi-puisi yang mengandung pokok pikiran tentang kehidupan seseorang sejalan dengan pandangan hidupnya, profesinya, jenis kelamin, perilaku kehidupannya dan lain-lain.

2.3.3 Sikap Penyair Terhadap Corak Kehidupan Sosial Masyarakatnya
            Sikap seorang penyair terhadap corak kehidupan sosial masyarakat tempat ia berada, sikap tersebut mungkin berupa sikap keikhlasan, masa bodoh, tidak setuju serta berbagai macam sikap lainnya sesuai dengan kompleksitas pikiran penyair itu sendiri.
            Cara menentukan sikap penyair itu pada dasarnya tidak berbeda dengan cara memahami dan menemukan gagasan penyair sehubungan dengan corak kehidupan sosial masyarakat.

2.4 Struktur Batin
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa                          adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari  sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

SENJA DI PELABUHAN KECIL

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang-gudang, rumah tua , pada cerita
Tiang serta temali. Kapal, perahu tiada yang berlaut,
Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam, ada juga kelepak elang
Menyinggung muram,desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini, tanah, air tidur, hilang ombak.
Tiada lagi, aku sendiri, Berjalan
Menyisir semenanjung, masih penggap harap
Sekali tiba di ujung dan sekali selamat jalan
Dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa berdekap
(Chairil Anwar,1946)

Ditinjau dari struktur batin puisi,
1. Tema
Bertema tentang kedukaan karena kegagalan cinta atau cinta yang gagal sehingga menimbulkan kedukaan.
Jika kita uraikan bait demi bait, maka struktur tematik/struktur sintaksis sebagai berikut:
Bait 1
Penyair merasakan kehampaan hati karena cintanya yang hilang. Kenangan cinta sangat memukul hatinya sehingga hatinya mati setelah orang yang di cintainya pergi seperti kapal yang tidak berlaut hidupnya tiada berarti.
Bait 2
Duka hati penyair menambah kelemahan jiwa karna sepi, kelam, sehingga kelepak elang dapat didengar. Harapan bertemu dengan kekasihnya timbul tenggelam tetapi harus dilupakan karena cintanya tinggal bertepuk sebelah tangan dan menimbulkan kelukaan yang dalam.

Bait 3
Setelah mendengar  ia telah mempunyai seorang suami hingga harapannya di pertegas dengan “sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan”. Ratap tangis menggema sampai pantai keempat.

2. Nada
Penyair menceritakan kegagalan cintanya dengan nada ratapan yang sangat  mendalam, karena lukanya benar-benar sangat dalam.

3. Perasaan 
Perasaan penyair pada waktu menciptakan puisi merasakan kesedihan,
kedukaan, kesepian, dan kesendirian itu disebabkan oleh kegagalan cintanya. Bahkan sedu tangisnya menggumandang sampai ke pantai keempat karena kegagalan cintanya. Harapan untuk mendapatkan perempuan pujaannya diumpamakan sebagai ”pelabuhan cinta”.

4. Amanat 
Penyair inggin mengungkapkan kegagalan cintanya yang menyebabkan seseorang seolah-olah kehilangan segala-galanya. Cinta yang sungguh-sungguh akan menyebabkab seseorang menghayati apa arti kegagalan secara total.







BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Banyak orang terharu, terenyuh, atau terpukau ketika menikmati seuntai sajak atau puisi. Segi apakah yang menyebabkan puisi menarik perhatian orang? Berdasarkan penafsiran subjektif, jawaban pertanyaan itu dapat beraneka ragam. Persoalan yang dikemukakkan atau bentuk penyajian dapat menjadi pemyebab keindahan puisi. Namun, pada dasarnya isi dan bentuk atau tema dan struktur secara bersama-sama menjalin keindahan puisi. Kedua aspek itu merupakan kesatuan yang utuh yang saling mendukung, keserasian antara bunyi yang merdu, imajinasi yang dibangun, pemikiran yang dituangkan, watak yang dimunculkan, dan majas khas yang digunakan merupakan ramuan keapikan puisi.

3.2 Saran
Pembahasan dalam makalah ini hanya pembahasan Pemahaman unsur-unsur puisi ,unsur fisik dan unsur batin puisi, Sosiopsikologi dalam Puisi, perlu pembahasan yang lebih mendalam, karena memahami unsur unsur dalam puisi diperlukan kepekaan dan kecermatan untuk membedakan dan memahami makna  yang terkandung, dan disertai dengan contoh yang lebih lengkap, agar lebih mudah memahaminya.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar